Bisnis Thrift Kian Berkembang : Alternatif Ekonomis di Tengah Ketidakpastian Ekonomi
Faras Khalisa Sabira AuthenticNews
Dalam beberapa tahun terakhir, bisnis thrift shop atau pakaian bekas semakin menarik perhatian berbagai kalangan, terutama di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu. Uka, seorang pengelola toko thrift sekaligus salah satu founder komunitas thrift dengan lebih dari 100 anggota, mengungkapkan bagaimana usaha ini terus tumbuh sebagai solusi bagi mereka yang mencari alternatif pakaian berkualitas dengan harga terjangkau.
“Awalnya, saya fokus menjual barang baru. Tapi, modal besar dan biaya produksi yang tinggi menjadi tantangan. Thrifting akhirnya jadi peluang usaha karena lebih terjangkau,” ujar Uka dalam wawancara pada Jumat, 18 Oktober 2024. Ia menjelaskan bahwa thrift mulai menarik banyak minat masyarakat sejak tahun 2019, terutama karena harga barang baru yang tinggi. Sedangkan “Dengan uang 10 ribu saja, pembeli bisa dapat pakaian bagus, walaupun bekas,” tambahnya.
Uka memulai bisnis ini dari komunitas yang kemudian berkembang menjadi kolektif dengan sekitar 30 hingga 40 pedagang aktif. Mereka menyelenggarakan event setiap tiga bulan sekali dan menjangkau berbagai segmen masyarakat, mulai dari kelas bawah hingga kelas menengah. "Kami ingin merangkul semua kalangan, itulah kenapa ada program sale dengan harga mulai dari 5 ribu sampai 50 ribu untuk kalangan bawah, hingga 250 ribu untuk kalangan atas."
Namun, meskipun berkembang pesat, bisnis thrift menghadapi tantangan tersendiri, Uka merasa tantangan dari usaha thrift bukanlah pasokan barang, melainkan pemerintah. “Beberapa kali kita dijadikan kambing hitam perihal masalah ekonomi dipasar yang katanya sepi. Kebetulan salah satu dari wakil komunitas kami sempat bertemu dengan Pak Zulhas di Pasar Senen dan setelah kita ngobrol-ngobrol itu sebenarnya faktor utamanya itu lebih ke produk impor dari Cina yang kw-kw itu gitu dan itu tersebar di market place. Jadi bukan thrifting yang menghambat ekonomi lokal atau garmen lokal.” jelas Uka.
Ia juga menambahkan bahwa bisnis thrift dapat menjadi solusi bagi generasi muda yang ingin memulai usaha tanpa modal besar. “Bisnis ini bisa dimulai tanpa modal. Misalnya, seseorang bisa mulai sebagai reseller, cukup dengan modal foto produk dan mengandalkan barang dari komunitas pedagang thrift. Kalau barangnya tidak laku, bisa dikembalikan.”
Di tengah persaingan pasar yang semakin ketat, Uka percaya bahwa keunikan barang thrift menjadi salah satu kekuatan utama. "Setiap item yang dijual di thrift itu satu-satunya, jadi tidak ada persaingan langsung seperti di toko pakaian baru yang bisa menjual produk yang sama dalam jumlah besar."
Dengan semangat komunitas dan dukungan antar-pedagang, Uka berharap bisnis thrift akan terus tumbuh dan memberi kontribusi positif bagi perekonomian serta kehidupan masyarakat yang semakin mencari alternatif ekonomis dan berkelanjutan.
Komentar
Posting Komentar